Kristadi, S.E: Blended Learning Masa Pandemi C-19

Saturday, May 22, 2021

Blended Learning Masa Pandemi C-19

Menurut Driscol (2002) Blended learning merupakan pembelajaran yang mengkombinasikan atau menggabungkan berbagai teknologi berbasis web, untuk mencapai tujuan pendidikan. Thorne (2013) mendefinisikan blended learning sebagai campuran dari teknologi elearning dan multimedia, seperti video streaming, virtual class, animasi teks online yang dikombinasikan dengan bentuk-bentuk tradisional pelatihan di kelas.

Sementara Graham (2005) menyebutkan blended learning secara lebih sederhana sebagai pembelajaran yang mengkombinasikan antara pembelajaran online dengan face-to-face (pembelajaran tatap muka).


Di masa Pandemi C-19 saat ini, metode blended learning dapat diterapkan oleh sekolah dengan cara tatap muka terbatas (misalnya separuh kelas per jenjang beda jadwal) dengan durasi tatap muka 2 - 3 jam. Setelah siswa melakukan pembelajaran di kelas, tugas dan pertemuan berikutnya dilanjutkan secara online dengan aplikasi elearning lms moodle, google classroom, edmodo, dan lain-lain sesuai kemampuan guru dan sekolah. 

Apabila sekolah memiliki laboratorium komputer atau TAB, maka pembelajaran tatap muka dapat dilakukan secara digital. Ada beberapa aplikasi elearning localhost yang dapat diakses offline dan dilanjutkan ke online dalam akun yang sama. Salah satu aplikasi elearning level internasional yang mendukung adalah moodle (Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment). Aplikasi moodle merupakan aplikasi open source (gratis) dan ddapat dikembangkan sesuai kebutuhan sekolah. 

Blended learning masa pandemi c-19 perlu dilakukan agar siswa terpantau dalam proses pembelajaran jarak jauh (pjj) secara periodik. Misalnya ada tatap muka 1 kali 1 bulan atau 1 minggu untuk review tugas dan materi selama pjj. Ini penting secara psikologis bagi siswa bahwa sekolah hadir dan serius untuk membantu siswa dalam menuntaskan pembelajaran. Jika tidak ada monitoring secara offline, ada kesan pembiaran terhadap siswa dalam pencapaian kompetensi. Ini sangat merugikan siswa untuk memperoleh hak pendidikan yang baik. 

blended learning

Juknis Dana BOS sebaiknya direvisi agar pos anggaran untuk peningkatan kompetensi digital guru dan internal sekolah ditingkatkan agar mampu melayani akses siswa ke server sekolah dalam bentuk elearning. Terutama bagi sekolah-sekolah yang besar dan sarana TIK nya lengkap. Jika pemerintah (kemdikbud) tidak merevisi pos anggaran BOS ke arah softskill, maka kerugian akan dialami saat siswa dan guru minim kompetensi digital sedangkan dana BOS dalam jumlah besar habis untuk sarana fisik atau habis pakai. 

Secara ideal, Blended Learning untuk sekolah besar masa pandemi adalah sebagai berikut :

  1. Sekolah menyediakan akses internet dedicated (fiber optic) 20 - 50 Mbps
  2. Server sekolah ditanam aplikasi elearning (localhost) dan dionlinekan dengan ip publik sehingga siswa/guru dapat login dari mana saja. Jika SDM di sekolah tidak mampu, silahkan cari tenaga ahli di luar sekolah. 
  3. Lab Komputer disetting jaringan LAN/Wifi sehingga semua komputer client dapat mengakses elearning server secara offline. Jika ini dilakukan, siswa dapat login elearning secara offline saat tatap muka terbatas.
  4. Jika sekolah mendapat BOS Afkin (Android), maka harus dibangun jaringan wifi ke semua kelas agar aplikasi elearning dapat diakses dengan TAB. Saya sarankan menggunakan router mikrotik, acces point unifi dan disetting load balancing. 
  5. Admin elearning sekolah harus dilatih atau didampingi oleh tenaga ahli dalam mengelola server elearning. Admin sekolah harus diberikan tunjangan bulanan agar bertanggung jawab penuh terhadap manajemen server. 
  6. Lakukan IHT (In House Training) untuk melatih guru-guru dalam mengisi content elearning sehingga isi materi dan tugas di server sekolah semakin lengkap untuk pembelajaran jarak jauh (pjj). 
  7. Jika semua guru bergantung pada aplikasi online seperti google classroom, google form, google quiz, edmodo dan lain sebagainya maka sekolah tidak memiliki content tersebut secara offline. Apabila suatu saat nanti kembali belajar offline di kelas, investasi materi & soal bertahun-tahun tersebut tidak dapat diakses dalam kelas. Berbeda dengan localhost/eleraning milik sekolah, content tetap menjadi milik guru/sekolah dan dapat diakses dalam kelas menggunakan TAB (BOS Afkin) atau di Lab Komputer secara offline. Cukup dengan jaringan LAN/Wifi. 
  8. Guru tidak perlu membuat blog, semua content pembelajaran dapat diuplod ke elearning sekolah dan dapat digunakan untuk sharing materi, quiz/cbt, upload tugas, diskusi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa. Semua kegiatan tersebut dapat dipantu oleh admin sekolah.
  9. Dengan E-Learning, Sekolah dapat melakukan ulangan harian, mid/PTS, UAS/PAS, US secara terkoordinir sehingga terpantau progressnya. Jika guru melakukannya (ulangan harian, mid/PTS, UAS/PAS, US) masing-masing, sekolah tidak dapat memantau kegiatan tersebut. Yang ada adalah setoran nilai guru tanpa ada proses pjj yang disertakan. Sekolah akan kesulitan dalam pertanggungjawaban pjj secara menyeluruh. 
  10. E-Learning menuntut semua 'mesin' sekolah bekerja sama, admin-server-lab komputer-internet-guru-siswa bersama-sama menggerakkan aplikasi pjj milik sekolah. Semua kegiatan terdokumentasikan dengan baik dan dapat dibackup secara periodik atau dipindahkan ke server lain dengan mudah. 
Saya rekomendasikan elearning menggunakan aplikasi moodle yang telah teruji secara internasional. Siswa dapat login offline di lab komputer/di kelas tanpa internet dan lanjut login online di rumah dengan internet. Akun yang sama dan url yang sama. Admin dapat install moodle di linux dan windows server. Server harus memiliki 2 NIC dan sebaiknya RAM 16 GB. 

Aplikasi moodle memang gratis, tetapi butuh admin yang kompeten untuk instalasi dan manajemen servernya. 

No comments:

Featured Post

Tutorial ANBK Assesmen Nasional

UNBK dihapus, sebagai penggantinya adalah AKM (Assesmen Kompetansi Minimum) atau AN (Assesmen Nasional) . UNBK berisi mata pelajaran UN, sed...

Popular Posts